By Alexander Agung
Untuk menjamin sebuah sistem agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, perlu dirumuskan Standar Kualitas dari sistem tersebut. Oleh karena Metode Horisontal (METRIS) bergerak dalam bidang pendidikan maka perlu menetapkan Standar Kualitas Pendidikan yang nantinya akan menjadi Penuntun dalam pembuatan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan jalannya sistem pendidikan yang diterapkan.
Standar Kualitas ini disusun berdasarkan prioritas yang dianggap penting dalam suatu sistem pendidikan yang baik, dan tentunya semua yang terlibat perlu menyadari prioritas-prioritas ini agar mempunyai persepsi yang sama dalam menjalankan sistem pendidikan yang baik.
Empat Standar Kualitas Pendidikan Metode Horisontal dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut:
1. Guru (Teacher)
2. Kurikulum (Curriculum)
3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)
4. Sumber Keilmuan (Academic Resource)
Berikut ini uraian dari Standar Kualitas di atas:
1. Guru (Teacher)
Metode Horisontal sadar mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen
guru. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena itu, Metode Horisontal merasa perlu untuk membangun Jenjang Profesionalitas dari guru-guru yang terlibat dalam sistem pendidikan Metode Horisontal. Dengan dirumuskannya Jenjang Profesionalitas yang jelas, maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut.
Siswa mempelajari matematika melalui pengalaman pengajaran yang disediakan oleh gurunya. Sehingga guru harus tahu dan benar-benar memahami matematika yang mereka ajarkan serta memahami bagaimana cara siswanya mempelajari matematika sehingga dapat memotivasi mereka dalam membentuk kebiasaan belajar yang efektif dan efisien.
Memang tidak ada suatu standar yang baku dalam mengajar matematika, tetapi guru perlu mengukur apakah cara mereka mengajar sudah benar-benar efektif sesuai dengan siswa yang dihadapinya pada saat tertentu. Dalam Metode Horisontal, Jenjang Profesionalitas juga berfungsi sebagai alat untuk membimbing guru-guru yang belum berpengalaman dengan nantinya harus berada dibawah pengawasan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Selain itu Jenjang Profesionalitas yang dibangun oleh Metode Horisontal juga mengatur seberapa jauh hak seorang guru dalam memodifikasi cara mengajar, bereksperimen dengan alat Bantu pengajar yang baru atau juga dalam memperluas kurikulum yang ada.
Selain mengajar, guru juga bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas, yang akan dibahas lebih lanjut dalam Standar Kualitas ke-3 tentang Atmosfer Akademik. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk Karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap Ilmiah dan Kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap Ilmiah dan Kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa.
Agar dapat mengajar secara efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinu (bukan hanya sekali saja) dan terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan bagaimana cara menilai cara mengajar yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.
2. Kurikulum (Curriculum)
Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktifitas saja, ia harus koheren antara aktifitas satu dengan yang lain, berfokus pada hal-hal yang penting dalam matematika dan dapat diimplementasikan dengan baik dalam berbagai alternatif cara pengajaran. Matematika adalah subjek yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan bersifat kumulatif. Oleh karena itu, kurikulumnya harus sedemikian rupa menunjukkan saling keterkaitan ini yang bukan berarti menjejali siswa dengan bejibum materi-materi matematika yang malah membuat bingung siswa tersebut. Dengan memahami hubungan yang erat antara beberapa ide-ide matematika yang penting, tentunya siswa akan memahami matematika lebih mendalam dan dapat mengembangkannya sendiri.
Perlu ditekankan bahwa Kurikulum tersebut harus fokus pada Materi yang penting dalam matematika, yaitu matematika yang dibutuhkan siswa untuk kelangsungan hidupnya dan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mereka dalam melanjutkan studinya. Dalam pendidikan dasar, Metode Horisontal menekankan pada dua materi utama dalam matematika yaitu Aritmatika dan Geometri, walaupun materi-materi lain seperti Pengukuran, Statistik dst juga akan diajarkan tetapi lebih dipandang sebagai aplikasi dari dua materi utama tersebut. Kemudian materi Aljabar juga dipandang sebagai perkembangan alamiah dari Aritmatika, terutama sebagai usaha memecahkan pola-pola bilangan yang muncul dalam Aritmatika.
Dalam kurikulum ini juga harus diperhatikan bagaimana menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti merubah-rubah topik yang ada tetapi lebih kepada pada penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu topik matematika pada berbagai masalah riil yang relevan.
Kurikulum Metode Horisontal juga harus memuat secara jelas mengenai Cara Pembelajaran (Learning) dan Cara Penilaian (Assesment) yang digunakan di dalam kelas.
Cara Pembelajaran yang dijalankan oleh Metode Horisontal harus membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar dalam matematika. Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu-arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.
Penelitian telah membuktikan bahwa untuk menguasai suatu subjek dibutuhkan Pemahaman konseptual yang dibangun oleh siswa secara mandiri, bukan sekedar rangkaian pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru. Ketika siswa benar-benar memahami matematika, mereka akan dapat menggunakan pengetahuannya secara fleksibel baik dalam kehidupan sehari-harinya atau dalam aplikasi matematika pada ilmu-ilmu yang lain.
Proses menghafal (memorizing) hal-hal yang mendasar dalam matematika memang penting tetapi bila tidak disertai dengan pemahaman, akan membuat siswa tidak yakin kapan dan bagaimana menggunakan pengetahuan yang telah mereka milik. Sebaliknya dengan hanya menghafal sedikit fakta yang penting disertai dengan pemahaman konseptual yang mendalam akan membuat siswa mampu memecahkan permasalahan yang baru. Mereka akan dapat memecahkan masalah yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya.
Dapat disimpulkan pula bahwa Pembelajaran dengan pemahaman akan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Siswa akan belajar lebih banyak dan lebih baik ketika mereka dapat mengendalikan proses pembelajaran itu bagi dirinya sendiri. Hal ini ditandai dengan kepercayaan diri yang tumbuh dalam diri siswa untuk memecahkan soal yang menantang, rasa ingin tahu besar untuk mengeksplorasi ide-ide matematika dan ketekunan dalam memecahkan soal yang sulit.
Cara Penilaian dalam Metode Horisontal tidak dimaksudkan untuk membandingkan siswa yang satu dengan yang lain, melainkan bertujuan agar baik guru dan siswa tersebut dapat memantau perkembangan belajar siswa itu sendiri yaitu dengan cara membandingkan hasil penilaian saat ini dengan hasil penilaian sebelumnya. Cara penilaian ini selaras dengan konsep ‘pembelajaran individual’ yang dipegang oleh Metode Horisontal, dimana siswa akan belajar sesuai dengan kecepatannya dia sendiri dalam memahami materi yang diberikan.
Penilaian seharusnya menjadi bagian integral dalam proses pembelajaran, dan guru seharusnya menilai perkembangan belajar siswanya melalui berbagai macam cara seperti latihan, soal lisan, puzzle dan sebagainya. Dalam Metode Horisontal, ujian formal hanya dilakukan sekali pada setiap levelnya dan dilakukan jika siswa sudah dinilai oleh gurunya siap untuk menempuh ujian formal tersebut. Ujian formal ini memang mempunyai tujuan untuk menstandarisasi kompetensi siswa pada setiap levelnya, tetapi lamanya waktu dalam menyelesaikan setiap level tergantung dengan kemampuan siswa. Cara penilaian ini juga harus diselaraskan dengan tujuan pembelajaran dari Metode Horisontal yaitu membentuk pemahaman konseptual yang kuat, sehingga harus dilakukan dengan variasi jenis soal dari suatu topik tertentu. Dengan variasi jenis soal ini, siswa diharapkan dapat memperlihatkan apa yang mereka tahu dalam berbagai macam cara yang berbeda, bukan hanya mempunyai kemampuan prosedural yang spesifik saja.
3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)
Atmosfer Akademik bertujuan untuk membentuk Karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap Ilmiah dan Kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan Metode Horisontal.
Yang menjadi menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap Ilmiah dan Kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan Sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan pengetahuan secara mandiri.
Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai KEJUJURAN (honesty), dan nilai KEKRITISAN (skeptics). Sedangkan untuk membangun Sikap Kreatif perlu ditanamkan nilai KETEKUNAN (perseverence), dan nilai KEINGINTAHUAN (curiosity)
Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan, penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dst. Aktifitas-aktifitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.
4. Sumber Keilmuan (Academic Resource)
Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam kegiatan pengajaran, yaitu Buku, Alat Peraga dan Teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer akademik yang hendak diciptakan. Teknologi dalam hal ini terutama adalah Kalkulator dan Komputer telah merubah banyak paradigma dalam belajar matematika, karena itu Metode Horisontal perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi ini dalam sistem pengajarannya. Siswa dapat memperdalam matematika lebih mendalam jika mereka tahu bagaimana cara menggunakan teknologi ini dengan benar, contohnya mereka dapat menguji jawabannya dengan mudah, dapat mengabstraksi dengan mudah pola-pola bilangan atau geometri yang muncul dsb. Terlebih karena pengajaran dalam Metode Horisontal menganut pendekatan matematika yang kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam,sebagai alat peraga untuk membantu proses pengajaran matematika yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.
Senin, 02 Juni 2008
STANDAR KUALITAS PENDIDIKAN METRIS
Label:
General Information
Friends's Comments
Thanks for your attention
Langganan:
Posting Komentar (Atom)