Senin, 02 Juni 2008

STANDAR KUALITAS PENDIDIKAN METRIS

By Alexander Agung

Untuk menjamin sebuah sistem agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, perlu dirumuskan Standar Kualitas dari sistem tersebut. Oleh karena Metode Horisontal (METRIS) bergerak dalam bidang pendidikan maka perlu menetapkan Standar Kualitas Pendidikan yang nantinya akan menjadi Penuntun dalam pembuatan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan jalannya sistem pendidikan yang diterapkan.

Standar Kualitas ini disusun berdasarkan prioritas yang dianggap penting dalam suatu sistem pendidikan yang baik, dan tentunya semua yang terlibat perlu menyadari prioritas-prioritas ini agar mempunyai persepsi yang sama dalam menjalankan sistem pendidikan yang baik.

Empat Standar Kualitas Pendidikan Metode Horisontal dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut:

1. Guru (Teacher)

2. Kurikulum (Curriculum)

3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)

4. Sumber Keilmuan (Academic Resource)



Berikut ini uraian dari Standar Kualitas di atas:

1. Guru (Teacher)

Metode Horisontal sadar mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen
guru. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena itu, Metode Horisontal merasa perlu untuk membangun Jenjang Profesionalitas dari guru-guru yang terlibat dalam sistem pendidikan Metode Horisontal. Dengan dirumuskannya Jenjang Profesionalitas yang jelas, maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut.

Siswa mempelajari matematika melalui pengalaman pengajaran yang disediakan oleh gurunya. Sehingga guru harus tahu dan benar-benar memahami matematika yang mereka ajarkan serta memahami bagaimana cara siswanya mempelajari matematika sehingga dapat memotivasi mereka dalam membentuk kebiasaan belajar yang efektif dan efisien.

Memang tidak ada suatu standar yang baku dalam mengajar matematika, tetapi guru perlu mengukur apakah cara mereka mengajar sudah benar-benar efektif sesuai dengan siswa yang dihadapinya pada saat tertentu. Dalam Metode Horisontal, Jenjang Profesionalitas juga berfungsi sebagai alat untuk membimbing guru-guru yang belum berpengalaman dengan nantinya harus berada dibawah pengawasan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Selain itu Jenjang Profesionalitas yang dibangun oleh Metode Horisontal juga mengatur seberapa jauh hak seorang guru dalam memodifikasi cara mengajar, bereksperimen dengan alat Bantu pengajar yang baru atau juga dalam memperluas kurikulum yang ada.

Selain mengajar, guru juga bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas, yang akan dibahas lebih lanjut dalam Standar Kualitas ke-3 tentang Atmosfer Akademik. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk Karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap Ilmiah dan Kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap Ilmiah dan Kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa.

Agar dapat mengajar secara efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinu (bukan hanya sekali saja) dan terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan bagaimana cara menilai cara mengajar yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.

2. Kurikulum (Curriculum)

Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktifitas saja, ia harus koheren antara aktifitas satu dengan yang lain, berfokus pada hal-hal yang penting dalam matematika dan dapat diimplementasikan dengan baik dalam berbagai alternatif cara pengajaran. Matematika adalah subjek yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan bersifat kumulatif. Oleh karena itu, kurikulumnya harus sedemikian rupa menunjukkan saling keterkaitan ini yang bukan berarti menjejali siswa dengan bejibum materi-materi matematika yang malah membuat bingung siswa tersebut. Dengan memahami hubungan yang erat antara beberapa ide-ide matematika yang penting, tentunya siswa akan memahami matematika lebih mendalam dan dapat mengembangkannya sendiri.

Perlu ditekankan bahwa Kurikulum tersebut harus fokus pada Materi yang penting dalam matematika, yaitu matematika yang dibutuhkan siswa untuk kelangsungan hidupnya dan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mereka dalam melanjutkan studinya. Dalam pendidikan dasar, Metode Horisontal menekankan pada dua materi utama dalam matematika yaitu Aritmatika dan Geometri, walaupun materi-materi lain seperti Pengukuran, Statistik dst juga akan diajarkan tetapi lebih dipandang sebagai aplikasi dari dua materi utama tersebut. Kemudian materi Aljabar juga dipandang sebagai perkembangan alamiah dari Aritmatika, terutama sebagai usaha memecahkan pola-pola bilangan yang muncul dalam Aritmatika.

Dalam kurikulum ini juga harus diperhatikan bagaimana menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti merubah-rubah topik yang ada tetapi lebih kepada pada penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu topik matematika pada berbagai masalah riil yang relevan.

Kurikulum Metode Horisontal juga harus memuat secara jelas mengenai Cara Pembelajaran (Learning) dan Cara Penilaian (Assesment) yang digunakan di dalam kelas.

Cara Pembelajaran yang dijalankan oleh Metode Horisontal harus membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar dalam matematika. Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu-arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.

Penelitian telah membuktikan bahwa untuk menguasai suatu subjek dibutuhkan Pemahaman konseptual yang dibangun oleh siswa secara mandiri, bukan sekedar rangkaian pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru. Ketika siswa benar-benar memahami matematika, mereka akan dapat menggunakan pengetahuannya secara fleksibel baik dalam kehidupan sehari-harinya atau dalam aplikasi matematika pada ilmu-ilmu yang lain.

Proses menghafal (memorizing) hal-hal yang mendasar dalam matematika memang penting tetapi bila tidak disertai dengan pemahaman, akan membuat siswa tidak yakin kapan dan bagaimana menggunakan pengetahuan yang telah mereka milik. Sebaliknya dengan hanya menghafal sedikit fakta yang penting disertai dengan pemahaman konseptual yang mendalam akan membuat siswa mampu memecahkan permasalahan yang baru. Mereka akan dapat memecahkan masalah yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya.

Dapat disimpulkan pula bahwa Pembelajaran dengan pemahaman akan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Siswa akan belajar lebih banyak dan lebih baik ketika mereka dapat mengendalikan proses pembelajaran itu bagi dirinya sendiri. Hal ini ditandai dengan kepercayaan diri yang tumbuh dalam diri siswa untuk memecahkan soal yang menantang, rasa ingin tahu besar untuk mengeksplorasi ide-ide matematika dan ketekunan dalam memecahkan soal yang sulit.

Cara Penilaian dalam Metode Horisontal tidak dimaksudkan untuk membandingkan siswa yang satu dengan yang lain, melainkan bertujuan agar baik guru dan siswa tersebut dapat memantau perkembangan belajar siswa itu sendiri yaitu dengan cara membandingkan hasil penilaian saat ini dengan hasil penilaian sebelumnya. Cara penilaian ini selaras dengan konsep ‘pembelajaran individual’ yang dipegang oleh Metode Horisontal, dimana siswa akan belajar sesuai dengan kecepatannya dia sendiri dalam memahami materi yang diberikan.

Penilaian seharusnya menjadi bagian integral dalam proses pembelajaran, dan guru seharusnya menilai perkembangan belajar siswanya melalui berbagai macam cara seperti latihan, soal lisan, puzzle dan sebagainya. Dalam Metode Horisontal, ujian formal hanya dilakukan sekali pada setiap levelnya dan dilakukan jika siswa sudah dinilai oleh gurunya siap untuk menempuh ujian formal tersebut. Ujian formal ini memang mempunyai tujuan untuk menstandarisasi kompetensi siswa pada setiap levelnya, tetapi lamanya waktu dalam menyelesaikan setiap level tergantung dengan kemampuan siswa. Cara penilaian ini juga harus diselaraskan dengan tujuan pembelajaran dari Metode Horisontal yaitu membentuk pemahaman konseptual yang kuat, sehingga harus dilakukan dengan variasi jenis soal dari suatu topik tertentu. Dengan variasi jenis soal ini, siswa diharapkan dapat memperlihatkan apa yang mereka tahu dalam berbagai macam cara yang berbeda, bukan hanya mempunyai kemampuan prosedural yang spesifik saja.

3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)

Atmosfer Akademik bertujuan untuk membentuk Karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap Ilmiah dan Kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan Metode Horisontal.

Yang menjadi menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap Ilmiah dan Kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan Sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan pengetahuan secara mandiri.

Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai KEJUJURAN (honesty), dan nilai KEKRITISAN (skeptics). Sedangkan untuk membangun Sikap Kreatif perlu ditanamkan nilai KETEKUNAN (perseverence), dan nilai KEINGINTAHUAN (curiosity)

Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan, penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dst. Aktifitas-aktifitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.

4. Sumber Keilmuan (Academic Resource)

Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam kegiatan pengajaran, yaitu Buku, Alat Peraga dan Teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer akademik yang hendak diciptakan. Teknologi dalam hal ini terutama adalah Kalkulator dan Komputer telah merubah banyak paradigma dalam belajar matematika, karena itu Metode Horisontal perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi ini dalam sistem pengajarannya. Siswa dapat memperdalam matematika lebih mendalam jika mereka tahu bagaimana cara menggunakan teknologi ini dengan benar, contohnya mereka dapat menguji jawabannya dengan mudah, dapat mengabstraksi dengan mudah pola-pola bilangan atau geometri yang muncul dsb. Terlebih karena pengajaran dalam Metode Horisontal menganut pendekatan matematika yang kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam,sebagai alat peraga untuk membantu proses pengajaran matematika yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

Read more...

Selasa, 27 Mei 2008

ATURAN NOTASI PAGAR

Untuk melakukan KONVERSI BALIK agar mendapatkan Bilangan Desimal Biasa dari Bentuk Notasi Pagarnya, perlu diingat dua aturan dasar untuk notasi pagar berikut ini, yaitu:

A. Jumlah digit bilangan di SEBELAH KANAN notasi pagar harus sama dengan jumlah notasi pagar.

Contoh cara mengubah bentuk Notasi Pagar menjadi bilangan desimal biasa:
1). 3 | 2 | 5 = 325
Penjelasan:




2). 3 | 2 || 5 = 3 | 2 || 05 = 3205

Penjelasan:



B. Bila jumlah digit bilangan di SEBELAH KANAN notasi pagar lebih banyak dari notasi pagar, maka harus ada bilangan yang digeser dan dijumlahkan dengan bilangan yang terletak di SEBELAH KIRI notasi pagar agar jumlah digit bilangan di SEBELAH KANAN notasi pagar sama dengan jumlah notasi pagar.

Contoh cara mengubah bentuk Notasi Pagar menjadi bilangan desimal biasa:
1). 3 | 0 | 25 = 3 | 0+2 | 5 = 3 | 2 | 5 = 325

Penjelasan:


2). 3 | 2 || 375 = 3 | 2+3 || 75 = 3 | 5 || 75 = 3575

Penjelasan:

Read more...

Selasa, 13 Mei 2008

Prosedur Perhitungan METRIS

Dalam prosedur perhitungannya, Metode Horisontal atau METRIS akan selalu mengkonversi bilangan desimal biasa menjadi bentuk bilangan desimal dengan notasi pagar.

Dan kemudian dalam Metode Horisontal, semua proses perhitungan dilakukan dalam bentuk notasi pagar tersebut. Selanjutnya setelah selesai proses perhitungan, bilangan desimal dengan notasi pagar tersebut akan dikonversi balik menjadi bentuk desimal biasa lagi



Read more...

Selasa, 06 Mei 2008

Metris, Solusi Terbaru dalam Berhitung


Metris lahir dari keinginan untuk memecahkan permasalahan yang paling mendasar dari pendidikan matematika. Yakni dengan membangkitkan rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan numerik dan logika serta kreativitas siswa dalam memecahkan soal.


Di dalam Matris, terdapat tahap-tahap pendidikan aritmatika yang terstruktur, yaitu Tahap Pengenalan Bilangan, Tahap Perhitungan Tradisional, Tahap Perhitungan Mental, dan Tahap Kreativitas.

Dua tahap pertama, pengenalan bilangan dan Perhitungan Tradisional, biasanya telah diajarkan di sekolah formal. Namun, untuk Tahap Perhitungan Mental dan Tahap Kreativitas, biasanya belum diajarkan dengan baik.

Dalam Tahap Perhitungan Mental, siswa dituntun untuk menerapkan strategi berhitung secara konsisten dan mampu memvisualisasikannya. Dalam tahap ini, siswa akan merasakan peningkatan daya konsentrasi, membangun ingatan, dan yang terpenting adalah tumbuhnya kepercayaan diri akan kemampuan matematika dan kemudia mulai mengeksplorasi soal-soal matematika yang ada.

Sedangkan dalam Tahap Kreativitas, mula-mula anak diajarkan untuk menurunkan setiap formula yang telah mereka pakai dalam tahap sebelumnya. Selanjutnya, mereka diajarkan bagaimana untuk memodifikasi formula-formula tersebut untuk mempercepat dan mempermudah penghitungan. Dalam tahap ini, siswa akan mampu memecahkan setiap persoalan matematika dengan kreatif, mampu melihat hubungan antara bentuk yang satu dengan bentuk yang lain. Tentunya hal ini akan membuat mereka semakin yakin dengan kemampuannya sehingga tidak mudah menyerah ketika menghadapi soal-soal yang baru.

Penasaran ingin mencobanya? Aa. SIG memberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai Metris ini dalam buku MetrisTM Strategi Berhitung Terbaru dan Tercepat yang diterbitkan oleh KawanPustaka.

Buku ini berisikan segala hal yang berkaitan dengan Metris. Mulai dari notasi pagar, perkalian dua digit (smiling face), PORTAL khusus, pergeseran dan rotasi PORTAL, perkalian tiga digit atau lebih, perkalian referensi tetap, perkalian referensi besar & kecil, hingga perkalian referensi tengah.


Read more...

Kamis, 01 Mei 2008

Mencongak dengan Metris




Majalah Tempo, Senin 4-10 Desember 2006

Seorang dosen menemukan metode aritmatika baru yang lebih mudah dan cepat. Mengatasi kelemahan Sempoa.

DUA jagoan matematika itu berdiri berjejer di depan papan tulis. Lawan mereka terpampang di depan mata masing-masing: dua buah soal perkalian kuadrat. Mereka harus adu cepat menyelesaikannya dengan metode perhitungan berbeda.


Dalam dua menit, pemenangnya tampak. Gung Kinaptyan, juara kelas VI Sekolah Dasar Regina Pacis, Bogor, tersenyum sambil mengibaskan sisa kapur di tangannya. Teman sekelasnya, Samuel Wirajaya, pemenang kompetisi matematika terbuka tingkat SD se-Jabodetabek, masih berkutat menyelesaikan soal.

Kamis pekan lalu, guru mereka, Fransiska Ephi Sutisna, ingin membuktikan bahwa ada cara lain untuk menghitung perkalian selain cara tradisional, yaitu dengan mengalikan dari atas ke bawah, lalu menjumlahkannya, yang sudah puluhan tahun diajarkan di sekolah. Itulah cara yang dipakai Gung, dengan mengurutkan secara mendatar dari kiri ke kanan.

Ternyata, kata Ephi, ”Metode yang dipakai Gung memang lebih cepat.” Siswa-siswi SD Regina Pacis menyebut metode itu Metris alias Metode Horisontal. Sudah setahun terakhir Ephi mengajarkan metode mencongak dari kiri ke kanan seperti itu kepada murid-muridnya. Metode baru itu ia pelajari saat kuliah di Fakultas Ilmu Keguruan, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, tahun lalu. Lantaran ia menganggap metode ini lebih cepat dan mudah dipahami, ia melakukan uji coba pada murid-muridnya.

Metris awalnya digagas oleh Stephanus Ivan Goenawan, 32 tahun, dosen Fakultas Teknik Mesin, Unika Atma Jaya, Jakarta. Ivan tergerak menyusun Metris karena melihat keterbatasan metode lama. ”Metode itu hanya mengembangkan kemampuan analisis yang lebih meletakkan landasan kemampuan numeris dan logika pada siswa,” ujarnya. Alhasil, proses pengajaran dengan metode vertikal hanya mengembangkan kerja otak kiri saja. Sedangkan Metris bisa berfungsi untuk membentuk mental aritmatika yang merangsang kreativitas.

”Kedua metode sebenarnya saling bersinergi kalau diterapkan,” kata Ivan. Dengan menggunakan Metris, para siswa tak hanya mempunyai kemampuan numeris dan logika, tapi juga memiliki kepercayaan diri dan daya kreativitas tinggi.

Metode yang amat membantu siswa ini adalah buah kegemaran Ivan yang senang bereksperimen menyelesaikan soal-soal aritmatika sejak di bangku SMP Bruderan, Purworejo, Jawa Tengah. Ketika itu ia kerap mencari jalan sendiri karena tak pernah puas dengan cara gurunya menjawab soal. Dalam pencarian, ia menemukan banyaknya keteraturan angka dalam setiap soal yang diberikan gurunya. ”Sejak itu saya mulai menggunakan segitiga paskal dan notasi pagar, sebagai cara menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Ketertarikan pada aritmatika pula yang membuat Ivan memilih kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada. Enam tahun lalu, Ivan mulai merumuskan metode arimatika horizontal secara sistematis. Tonggaknya adalah artikelnya yang diterbitkan di jurnal internal Unika Atma Jaya. Tulisan itu menarik perhatian sejumlah koleganya di Jurusan Matematika FKIP universitas tersebut. Ia kemudian diundang untuk berbicara dan mendiskusikan metode itu.

Metode yang masih bersifat teoretis itu sempat terbengkalai lantaran Ivan harus menyelesaikan studi S-2 di Institut Teknologi Bandung. Di Bandung pula ia beruntung berjumpa Alexander Agung, 28 tahun, sesama penggemar matematika. Bersama kawan kuliahnya itu ia menyusun modul praktis pengajaran Metris. pada 2005, begitu modul itu rampung, Ivan dan Alexander menggelar pelatihan bagi para guru SD dan SMP. Sebelumnya, mereka sempat mempresentasikan metode tersebut ke sejumlah dosen di FMIPA UI. Hasilnya? ”Metode itu diterima sebagai sebuah metode pembelajaran baru yang menarik untuk aritmatika,” kata Alexander yang juga dosen di STEKPI, Jakarta selatan.

Melalui situs http://sigmetris.com, kedua sahabat itu memasyarakatkan temuan tersebut. Mereka juga menggelar sejumlah pelatihan bagi guru-guru SD, SMP, dan SMA. Sejauh ini, metode itu baru diterapkan di SD Regina Pacis, Bogor. Beberapa sekolah lain segera menyusul setelah pada Desember ini mereka menggelar pelatihan untuk guru-guru SD. ”Tahun depan baru direncanakan kursus bagi anak-anak,” ujar Alexander.

Sekilas metode ini mirip Sempoa, metode berhitung kuno yang menggunakan alat hitung dari Cina. Sempoa termasuk populer di Indonesia karena mengandalkan kecepatan berhitung. Menurut Alexander, Sempoa dan Metris memiliki kesamaan, yaitu mencapai tahap perhitungan mental aritmatika dan mengandalkan konsep asosiasi posisi. Bedanya, dalam Metris konsep asosiasi posisi dipelajari secara langsung dengan mengenalkan konsep asosiasi posisi dengan notasi pagar kepada para siswanya. ”Sempoa memiliki alur sendiri dan tak sama dengan pendidikan sekolah, sementara Metris disesuaikan dengan program pelajaran sekolah,” ujarnya.

Perbedaan yang lain, menurut Alex, Metris membuat anak bisa menjelaskan langkah yang diambil dengan memakai simbol matematika seperti yang digunakan di sekolah pada umumnya. Sedangkan Sempoa tidak. Sempoa, menurut Ivan, membuat anak cenderung individual dan lebih berorientasi pada hasil ketimbang proses.

Siswa yang ikut Sempoa kerap tak bisa menjelaskan proses perhitungan yang dilakukannya kepada orang lain. Penyebabnya lantaran dia tidak memakai simbol matematika yang diformalkan. Alat peraga berupa manik-manik biasanya cuma bersifat sementara. ”Dalam prakteknya, ia harus memvisualisasikannya dalam imajinasi, dan tak semua anak bisa seperti itu,” kata Ivan.

Fakta ini kerap menimbulkan kesalahpahaman. Orang tua sering menyalahkan guru karena menilai jawaban anaknya salah. Guru biasanya berkukuh karena tidak tahu apakah jawaban itu buah pikir si anak atau hasil menyontek. Soalnya, si anak tak bisa menjelaskan prosesnya. Maka, kata Ivan, ”Penggunaan Metris bisa menjadi jembatan antara Sempoa dan metode vertikal yang dikembangkan sekolah.”

Di SD Regina Pacis, percobaan menggunakan Metris sejauh ini berhasil mengubah citra matema-tika yang menyeramkan. Dalam percobaan, para murid awalnya diminta menyelesaikan soal aritmatika dasar dengan metode lama, yaitu perhitungan dari atas ke bawah. Setelah itu, mereka diberi soal yang harus diselesaikan dengan Metris. Ternyata para murid bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat dan akurat. Secara perlahan nilai mereka pun membaik. Tak mengherankan bila mereka kini menjadi lebih antusias terhadap matematika. ”Mereka menyukainya karena lebih cepat dan mudah,” ujar Ephi.

Beberapa siswa yang dulu fobia alias takut terhadap pelajaran matematika kini berbalik. Maria Yohana salah satunya. Nona kecil ini dulu selalu grogi bila pelajaran matematika tiba. Setiap kali ada ulangan matematika dadakan, nilainya tak lebih dari angka 6. Kini, semua itu tinggal cerita. Nilai 10 telah biasa ia terima. Maria bahkan sudah berani mengacungkan tangan, menawarkan diri untuk maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal yang diberikan guru.

Siswa yang berbakat matematika kini juga semakin kreatif menyelesaikan soal. Beberapa anak menciptakan rumus-rumus sendiri untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru. Begitu sukanya mereka pada matematika sampai-sampai meminta guru mendirikan klub matematika di sekolah. ”Saya membiarkan mereka berkreasi menyelesaikan soal dengan cara mereka sendiri. Asalkan logika berhitungnya benar,” ujar Ephi.



Widiarsi Agustina dan Arif Fadillah

Read more...

Kamis, 17 April 2008

Aritmatika

Aritmatika atau aritmetika (dari kata bahasa Yunani αριθμός = angka) atau dulu disebut Ilmu Hitung merupakan cabang tertua (atau pendahulu) matematika yang mempelajari operasi dasar bilangan. Oleh orang awam, kata "aritmatika" sering dianggap sebagai sinonim dari Teori Bilangan, tetapi bidang ini adalah bidang Aritmatika tingkat Lanjut yang berbeda dengan Aritmatika Dasar.

Sejarah

Peninggalan prasejarah tentang Aritmatika sangat terbatas pada beberapa artifak yang mengindikasikan adanya konsep Penambahan dan Pengurangan, yang paling terkenal adalah ‘The Ishango Bone’ di Afrika, diperkirakan berasal dari tahun 18.000 SM.

Tampak jelas bahwa bangsa Babilonia sudah memiliki hampir semua aspek dari Aritmatika Dasar (1850 SM), walaupun mereka tidak menggunakan basis desimal untuk menghitungnya. Mengenai konsep Perkalian dan Pembagian dapat ditemukan pada ‘Rind Mathematical Papyrus’ dari Mesir Kuno pada 1650 SM.

Algoritma Modern untuk Aritmatika (baik untuk manual maupun untuk komputasi) merupakan perkembangan dari angka Arab dan konsep notasi Desimal. Meskipun sekarang hal ini kelihatannya begitu sederhana, tetapi perkembangan ini merupakan puncak dari ribuan tahun perkembangan matematika kuno. Penemuan Aljabar selama peradaban Islam dan selama masa Renaisans Eropa merupakan perkembangan lebih lanjut dari penyederhanaan perhitungan melalui notasi Desimal ini.

Aritmatika Desimal

Notasi Desimal mengkonstruksi semua bilangan riil menjadi digit-digit, yang masing-masing dapat terdiri dari 10 macam simbol, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 Setiap digit ini berkaitan dengan Posisinya yang relatif terhadap Titik Desimal., sebagai contoh 507.36 mempunyai arti 5 ratus (10^2), ditambah 7 satuan (10^0), ditambah 3 persepuluh (10^-1), dan ditambah 6 perseratus (10^-2). Bagian esensial di sini adalah adanya bilangan nol (0) sebagai simbol dasar dari notasi desimal, secara harfiah simbol nol berarti kosong. Selanjutnya Algoritma untuk Aritmatika Desimal menggunakan sistem nilai tempat atau Notasi Posisi ini, dimana setiap digit dalam bilangan mempunyai bobotnya masing-masing, untuk melakukan operasi dasar Aritmatika, yaitu: penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

Operasi aritmatika

Operasi dasar aritmatika adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, walaupun operasi-operasi lain yang lebih canggih (seperti persentase, akar kuadrat, pemangkatan, dan logaritma) kadang juga dimasukkan ke dalam kategori ini. Perhitungan dalam aritmatika dilakukan menurut suatu urutan operasi yang menentukan operasi aritmatika yang mana lebih dulu dilakukan.

Aritmatika bilangan asli, bilangan bulat, bilangan rasional, dan bilangan real umumnya dipelajari oleh anak sekolah, yang mempelajari algoritma manual aritmatika. Namun demikian, banyak orang yang lebih suka menggunakan alat-alat seperti kalkulator, komputer, atau sempoa untuk melakukan perhitungan aritmatika.

1. Penjumlahan (+) adalah salah satu operasi aritmatika dasar. Penjumlahan merupakan penambahan dua bilangan menjadi suatu bilangan yang merupakan Jumlah. Penambahan lebih dari dua bilangan dapat dipandang sebagai operasi Penambahan berulang, prosedur ini dikenal sebagai Penjumlahan Total (summation), yang mencakup juga penambahan dari barisan bilangan tak hingga banyaknya (infinite).

Penjumlahan mempunyai sifat Komutatif dan Assosiatif, oleh karena itu urutan penjumlahan tidak mempengaruhi hasilnya. Elemen identitas dari penjumlahan adalah nol (0), disini penambahan sembarang bilangan dengan identitas (nol) akan tidak akan merubah angka tersebut. Selanjutnya elemen bilangan invers dari penambahan adalah negatif dari bilangan itu sendiri, di sini penambahan suatu bilangan dengan inversnya akan menghasilkan identitas (nol).

2. Pengurangan (-) adalah lawan dari operasi penjumlahan. Pengurangan mencari ‘perbedaan’ antara dua bilangan A dan B (A-B), hasilnya adalah Selisih dari dua bilangan A dan B tersebut. Bila Selisih bernilai positif maka nilai A lebih besar daripada B, bila Selisih sama dengan nol maka nilai A sama dengan nilai B dan terakhir bila Selisih bernilai negatif maka nilai A lebih kecil daripada nilai B.

Pengurangan tidak mempunyai sifat baik Komutatif maupun Assosiatif. Oleh karena hal ini, terkadang pengurangan dipandang sebagai penambahan suatu bilangan dengan negatif bilangan lainnya, a - b = a + (-b). Dengan cara penulisan ini maka sifat Komutatif dan Assosiatif akan dipenuhi.

3. Perkalian (*) pada intinya adalah penjumlahan yang berulang-ulang. Perkalian dua bilangan menghasilkan Hasil Kali (product), sebagai contoh 4*3 = 4+4+4 = 12.

Perkalian, dipandang sebagai penjumlahan berulang, tentunya mempunyai sifat Komutatif dan Assosiatif. Lebih jauh lagi perkalian mempunyai sifat Distributif atas Penambahan dan Pengurangan. Elemen identitas untuk perkalian adalah satu (1), disini perkalian sembarang bilangan dengan identitas (satu) akan tidak akan merubah angka tersebut. Selanjutnya elemen bilangan invers dari perkalian adalah satu-per-bilangan itu sendiri, di sini perkalian suatu bilangan dengan inversnya akan menghasilkan identitas (satu).

4. Pembagian (/) adalah lawan dari perkalian. Pembagian dua bilangan A dan B (A/B) akan menghasilkan Hasil Bagi (quotient). Sembarang pembagian dengan bilangan nol (0) tidak didefinisikan. Selanjutnya bila nilai Hasil Bagi lebih dari satu, berarti nilai A lebih besar daripada nilai B, bilai Hasil Bagi sama dengan satu, maka berarti nilai A sama dengan nilai B, dan terakhir bila Hasil Baginya kurang dari satu maka nilai A kurang dari nilai B.

Pembagian tidak bersifat Komunitatif maupun Assosiatif. Sebagaimana Pengurangan dapat dipandang sebagai kasus khusus dari penambahan, demikian pula Pembagian dapat dipandang sebagai Perkalian dengan elemen invers pembaginya, sebagai contoh A/B =A*(1/B). Dengan cara penulisan seperti ini maka semua sifat-sifat perkalian seperti Komunitatif dan Assosiatif akan dipenuhi oleh Pembagian.



Read more...

Selasa, 15 April 2008

Notasi Pagar

Notasi adalah representasi dari ide, konsep atau abstraksi yang lain sehingga mempunyai arti (meaning) yang akurat. Matematika memerlukan keakuratan (preciseness) sehingga selalu menggunakan notasi dalam mengembangkan suatu ide atau konsep baru. Dengan notasi yang jelas, kita dapat membangun proses pembuktian formal dengan mudah. Misalkan anda mempunyai sebuah pernyataan misalnya “Saya mempunyai dua buah apel dan tiga buah jeruk, jadi totalnya terdapat lima buah-buahan”. Dengan pernyataan sederhana seperti ini saja, orang lain akan kesulitan untuk melihat pembuktian dari pernyataan secara sekilas. Tetapi jika kita menggunakan notasi, pernyataan diatas mudah sekali untuk dibuktikan. Perhatikan jika dinotasikan Apel (A)=2 dan Jeruk (J)=3, maka jumlahnya A+J=2+3=5. Sangat mudah bukan? Di sinilah letak kegunaan penggunaan notasi, yaitu untuk mempermudah proses pembuktian suatu pernyataan.



Selanjutnya agar Metode Horisontal atau METRIS dapat mengembangkan konsepnya dengan akurat, maka diperkenalkan Notasi Pagar, yang disimbolkan sebagai:| untuk merepresentasikan Konsep Asosiasi Posisi.

Contoh cara mengkonversi bilangan desimal biasa menjadi bilangan desimal dengan notasi pagar :

1. Bilangan 234 dikonversi dalam bentuk notasi pagar menjadi:



2. Bilangan 32050 dikonversi dalam bentuk notasi pagar menjadi:



PERHATIKAN:
Bilangan Nol dapat dihilangkan, untuk penyederhanaan penulisan notasi pagar tanpa mengubah artinya.
Read more...

RELATED ARTICLES



 
   Powered by    Blogger     Think CoW      METRIS